Minggu, 26 Februari 2012

Ketika Harus Memilih



Life is about choice… Begitu sudah sering kita dengarkan kata-kata semacam ini terucap. Apakah memang ada hubungannya antara memilih dengan kehidupan? Maka, apabila kita kemudian merenung kembali apa yang telah kita lalui dalam kehidupan ini, tersirat bahwa pilihan-pilihan itu memang ada dan kita memilih pada suatu opsi. Opsi yang telah kita putuskan kemudian tersambung menjadi satu dan terangkaikan dengan momen memilih yang lain, hingga kemudian kita sadari bahwa hidup adalah hal tentang pilihan. Satu pilihan yang kemudian mengantarkan kita pada babak kehidupan baru dan selanjutnya ia akan terus bergulir seakan-akan hidup ini terasa hanyalah sebuah siklus untuk memilih.

Betapa beruntungnya manusia seperti kita telah diberikan keleluasaan untuk memilih. Alloh Yang Maha Pemurah telah menciptakan kita dengan perangkat-perangkat bawaan untuk memilih. Maka, kemudian dapat kita pahami bahwa akal dan nurani menjadi perangkat bawaan yang dimaksud. Dengan perangkat tersebut, kita jalani kehidupan dan menghadapi momen untuk memilih. Begitu silih berganti momen itu datang dan pergi, akal serta nurani selalu mengiringi dan membantu kita memilih mana yang terbaik untuk kehidupan ini. Begitulah kiranya kita tercipta sebagai makhluk yang dapat memilih, suatu keistimewaan yang dapat menjadikan kita berderajat tinggi atau juga sebaliknya. Manakala yang kita pilih adalah suatu kebaikan, maka itu akan menjadikan kita sebagai sosok yang mulia, sedangkan apabila yang kita pilih adalah suatu keburukan, maka itu akan menjadikan kita hina.

Sebenarnya pilihan dalam kehidupan ringkasnya dapat didikotomikan menjadi dua hal yang bertentangan, antara ya dan tidak untuk suatu hal. Namun, kita sendiri merasakan betapa sulitnya terkadang untuk memutuskan mana yang akan kita pilih. Karena memilih dalam prosesnya tidak bisa disederhanakan semudah itu. Pilihan akan memunculkan apa yang disebut dengan konsekuensi. Apa yang telah dipilih, mau tak mau harus dipertanggungjawabkan dan diterima apa pun yang terjadi setelah dipilihnya suatu opsi. Konsekuensi inilah yang menjadi beban akan suatu pilihan. Manusia akan sangat mempertimbangkan sejauh mana dirinya mampu menahan beban dari berbagai pilihan dan kemudian memilih mana yang ia sanggupi untuk itu. Konsekuensi juga memberikan begitu banyak variasi yang diturunkan dari sekadar dua opsi yang sebenarnya menjadi inti dari pilihan.

Pencapaian tujuan dan keinginan yang dikehendaki oleh manusia memerlukan suatu usaha dan pada setiap usaha yang ditorehkan itu terdapatlah beban-beban kehidupan. Beban itu pasti ada dan ia muncul dalam bentuk bayangan konsekuensi atas suatu pilihan. Maka, manusia pun memilih karena kita ingin mencapai suatu tujuan dan keinginan yang kita kehendaki.

Keinginan inilah yang kemudian mewujudkan dirinya menjadi harapan. Pada setiap momen untuk memilih yang harus dijalani, manusia menaruh harapan pada pilihannya. Harapan itu ada karena manusia selalu mengharapkan apa yang menjadi terbaik bagi dirinya dengan pilihan yang telah ia pilih. Munculnya harapan akan suatu pilihan akan diiringi oleh kecemasan yang menjadi kontradiksi dari harapan. Kecemasan itu muncul dengan adanya kemungkinan bahwa konsekuensi atas pilihan yang telah diputuskan akan membawa suatu beban yang berat dan ketakutan tidak berhasil mengantarkannya pada tujuan dan keinginan yang dikehendaki.

Di sinilah letak ketidakberdayaan manusia. Kita hanya bisa mengira saat memilih. Kita tidak diberikan pengetahuan apa yang akan terjadi dengan telah diputuskannya suatu pilihan di masa depan nanti. Apakah pilihan ini memang menjadi yang terbaik dan sesuai dengan keinginan kita? Kita tidak mampu menjawab pertanyaan ini dan mendapatkan jaminan yang pasti untuk hal ihwal memilih dalam kehidupan.

Karena yang mampu menjawab pertanyaan itu hanyalah Alloh Yang Maha Menentukan. Pada hakikatnya Dialah yang telah memilih garis hidup kita dan menjadikannya ketentuan atas kita untuk dijalani dalam kehidupan. Kita merasakan bahwa seolah-olah kita yang memilih, tetapi di luar jangkauan kuasa manusia, Alloh mempunyai kekuasaan untuk mengetahuinya terlebih dahulu, malah sudah menggariskan keputusan itu jauh sebelum tiba waktunya momen untuk memilih. Kita hanya menjalankan skenario-Nya yang begitu sempurna dan memainkannya dalam kesan yang begitu aktif untuk memilih, padahal semuanya itu bukanlah tanpa direncanakan sebelumnya, melainkan sudah tertulis dalam skenario tersebut.

Begitulah kekuasaan-Nya yang sangat dahsyat hingga sebenarnya tak mampu kita bayangkan dengan logika semata karena kekuasaan-Nya melebihi logika manusia yang begitu sempit. Dia telah memberikan kepada kita perangkat bawaan untuk memilih dan pada hakikatnya pula Dia yang telah menentukan apa yang terjadi dengan pilihan yang telah kita ambil.

Lalu, adakah masanya untuk manusia tidak memilih dalam kehidupannya? Karena hidup adalah hal tentang memilih, maka tidak memilih sebenarnya adalah suatu pilihan. Tidak memilih di sini bukanlah kontradiksi yang tepat dari memilih, melainkan istilah yang lebih tepat untuk itu adalah diamnya diri. Diamnya diri untuk membiarkan kehidupannya berjalan begitu saja dengan konsekuensi yang kemudian harus tetap ia tanggung. Adanya konsekuensi inilah yang menyiratkan secara tegas bahwa perilaku seperti ini sebenarnya dikategorikan dalam hal ihwal memilih.

Terkecualikan dari bahasan tadi adalah tentang apa yang disebut dengan takdir yang tidak bisa diubah manusia, seperti rezeki, ajal, amal, dan kecelakaan atau kebahagiaannya (hadits Arba’in An Nawawiyah keempat tentang penciptaan manusia dan takdirnya). Manusia tidak bisa memilih takdir itu. Manusia boleh saja menentukan apa pun yang ia pilih untuk kehidupannya, tetapi untuk takdir itu, hanya Alloh Sang Maha Penentu, yang memilihnya. Tersebutlah firmannya dalam Q. S. Al Qashash : 68, “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).” Bila Allah telah menentukan sesuatu, maka manusia tidak dapat memilih yang lain lagi dan harus menaati dan menerima apa yang telah ditetapkan Allah, itulah takdir.

Takdir manakah yang kemudian akan kita sesalkan dalam kehidupan kita? Maka, sungguh apabila kita benar-benar memperhatikan bahwa dalam kehidupan ini terhampar begitu luas karunia dan rahmat-Nya, maka tak ada semburat sesal yang pantas hadir dalam jiwa kita. Takdir adalah pilihan Alloh untuk kita yang harus kita imani dalam kehidupan. Mungkin ada saat di mana takdir adalah suatu hal yang begitu pedih untuk kita rasakan, tetapi dalam kepedihan itu, Alloh memberikan pilihan kepada kita untuk memilih cara bagaimana untuk menyikapinya sebagai suatu pilihan saat kita tidak bisa memilih takdir. Alloh masih memberikan kita pilihan…

Maka, sudah sepantasnyalah manusia bersyukur atas segala hal yang telah dipilihkan oleh Alloh sebagai takdirnya… Maka, sudah sepatutnyalah manusia memohon petunjuk kepada-Nya Yang Maha Mengetahui saat dirinya berada pada momen untuk memilih… Maka, sudah sewajarnyalah hidup ini adalah hal tentang pilihan…

0 komentar:

Posting Komentar